Meidy Yafeth Tinangon
(Rangkuman
dari berbagai sumber)
Kelompok
terkecil (rumah tangga) dalam masyarakat kuno Minahasa disebut awu.
Jika karena perkawinan terbentuk beberapa kelompok awu (keluarga besar),
maka mereka disebut taranak. Dan bila sesudah perkawinan antartaranak terbentuk taranak-taranak baru
yang berdiam dalam satu wilayah tertentu, tempat itu disebut roong atau wanua.
Pemimpinnya disebut ukung. Roong yang berkembang
menjadi beberapa roong disebut walak.
Belakangan timbul istilah pakasaan yang juga mempunyai arti teritorial. Seperti halnya taranak dan roong, maka walak dan pakasaan adalah suatu mayarakat hukum. Terlihat pada pemilikan tanah yang disebut tanah pakasaan yang sampai akhir abad XIX masih dijumpai di Manado dan Amurang.
Struktur
masyarakat awal terbentuk dalam 3 kelompok:
1.
Makarua-siow (golongan 2
x 9, adalah golongan pemerintah dan pembesar negeri). Menurut Dr. Riedel
mereka adalah turunan pertama Lumimuut dan Toar.
2.
Makatelu-pitu (golongan 3 x 7, merupakan kelompok pemimpin keagamaan walian dan
tonaas). Menurut Dr. Riedel mereka adalah turunan kedua
Lumimuut dan Toar.
3.
Pasiowan-telu (atau
orang kebanyakan, adalah petani, pekerja
dan kemudian waraney atau prajurit).
Struktur
tertinggi adalah lembaga musyawarah: PAESAAN INDEKEN semacam
“Lembaga Permusyawaratan” yang dihadiri seluruh awu. Sekalipun
bersifat musyawarah, faktor dominan masih pada sang ukung. Otoriterisme
tetap berkemungkinan. Akan tetapi bila sang ukung melanggar
ketentuan adat atau merugikan masyarakat, para awu dengan
segala daya dan kekuatan akan menjatuhkan kekuasaan sang pemimpin
DEWAN WALI PAKASAAN oleh
Belanda disebut Raad der Dorpshofden, terdiri
dari tokoh-tokoh pakasaan atau masyarakat adat, utusan tersebut DIPILIH dengan
kriteria: ente (kuat), wuaya (berani), dan siga (bijaksana). Sesuai pengamatan
Pastor Blas Palomino, orang minahasa adalah masyarakat DEMOKRATIS dengan
karakter esa ene: mahesa-esaan witu umbangun, esa ne laker esa ne pelen.
Seiya, satu hati, dan satu tindak. Kehendak mayoritas adalah kehendak semua.
Pejabat-pejabat Kompeni awalnya menilai Minahasa sebagai suatu Republik merdeka.
DEMOKRASI ELEKTORAL
Jauh sebelum Indonesia merdeka tahun 1945, kultur, struktur dan praktek demokrasi telah ada di tanah Minahasa.
Di tingkat desa kita telah lama mengenal
pemilihan ukung tu’a atau hukum tua atau kepala desa. Juga
struktur lembaga pemusyawaratan tempo dulu di Minahasa telah ada dengan
sebutan Dewan Wali Pakasaan yang merupakan forum tertinggi
dalam struktur masyarakat Minahasa tempo dulu. Dalam beberapa referensi
menyebut anggotanya dipilih dari
walak dan / atau pakasaan. Dewan Wali Pakasaan, kemudian di masa Belanda
dirombak dan diganti dengan lembaga perwakilan lainnya dengan nama Dewan
Minahasa atau Minahasa Raad yang eksis sampai setelah
Indonesia merdeka, di mana anggota-anggotanya dipilih melalui pemilu.
Pemilu di Minahasa pernah juga dilaksanakan di masa RIS, di kala Minahasa masuk dalam Negara Indonesia
Timur pada tanggal 27 Maret 1948. Setelah itu kita memasuki masa demokrasi dan
Pemilu orde lama, orde baru hingga kini Pemilu di orde reformasi
Tonggak-tonggak penting perkembangan demokrasi di Minahasa (include momentum yang mempengaruhi stuktur dan kultur demokrasi)dapat diuraikan pada tabel berikut:
TAHUN
|
URAIAN
|
KETERANGAN
|
670
|
Musyawarah
I di Watu Pinawetengan
|
Musyawarah dilaksanakan karena
pertentangan dan perang saudara antara kelompok Pasiowan Telu dan Makarua
Siow. Keputusan penting adalah: kelompok yang bertikai saling berdamai dan
bersatu (Mahasaan/maesaan) (Deklarasi
Maesa I), para pemimpin menerima tatanan masyarakat baru dengan penetapan
pembagian pemukiman dari setiap kaum Taranak yang nantinya dipimpin Tonaas
yang dipilih secara demokratis dari antara mereka yang dianggap jujur
(niatean), berani,dan berwibawa
|
Dalam membangun kesatuan dan kerjasama antar
Negara anggota Konfederasi Minahasa maka di bentuklah
suatu pertemuan antar Kepala Pakasaan /
“kepala Negara”, untuk bermusyawarah yang kemudian hari disebut Dewan Wali Pakasaan. Dewan Musyawarah ini
di mulai sejak musyawarah di Tompaso sekitar tahun 670 M yang menghasilkan
deklarasi Watu
Pinawetengan, sekalipun berbeda-beda di empat penjuru mata
angin tapi tetap menyatu MInahasa.
Musyawarah ini dimasa Belanda namanya Musyawarah Para Ukung (Vergadering der Doopshoofden) atau Dewan
Wali Pakasaan (Raad der
Doopshoofden); merupakan lembaga tertinggi dalam masyarakat Minahasa yang
bertahan hingga akhir abad ke-19. Dewan Wali Pakasaan dapat menangani dengan
dinamis berbagai permasalahan yang muncul di tengah masyarakat.
|
||
1428
|
Musyawarah
II di Watu Pinawetengan
|
Dilaksanakan karena perang
antar suku bangsa Minahasa masih sering terjadi begitu juga dengan perang
melawan bangsa dari luar (Bolaang Mongondow). Keputusan penting adanya
komitmen persatuan (Maesa) dan nama “Malesung” dirubah menjadi “Minahasa” (Deklarasi Maesa II).
|
1645
|
Perang
Melawan Spanyol
|
Minahasa memenangkan perang
melawan Spanyol
|
10
Januari 1679
|
Perjanjian
pertama antara “Republik” Minahasa dengan VOC
|
Secara implisit Belanda
mengakui eksistensi Minahasa yang mereka sebut sebuah Nazi atau Bangsa. Juga
secara implisit Belanda mengakui Minahasa punya kedudukan yang sama dengan
mereka, sama-sama merdeka dan punya kedaulatan sendiri.
|
Terjadi Kontrak sosial
persatuan Minahasa antara 25 Kepala Walak
|
||
10
Setember 1699
|
Perjanjian
Kedua dengan Belanda
|
Minahasa diwakili oleh trio: Supit-Lontoh-Paat
|
1808-1809
|
Perang
Tondano
|
Terjadi karena Dewan Wali
Pakasaan menolak tuntutan Gubernur Jenderal di Jakarta tentang pengerahan
pemuda-pemuda Minahasa menjadi tentara Belanda di Jawa. Puncak kekalahan 5
Agustus 1809.
|
1810-1817
|
Masa
Pendudukan Inggris
|
Pada masa ini Kota Tondano
dirancang/ dibangun.
|
1817
|
Masa
penguasaan Inggris diganti Masa penguasaan Belanda
|
|
1824
|
Pemerintahan
Walak diganti dengan istilah Pakasaan
|
|
1825
|
Jumlah
Pakasaan diciutkan dari 23 menjadi 16
|
|
1
September 1825
|
Residen Wenzel mengusulkan
penghapusan Dewan Wali Pakasaan dan diganti dengan Minahasa Raad
|
|
1827
|
Residen Johanis Wenzel merombak
system Dewan Wali Pakasaan
|
|
31
Maret 1877
|
Musyawarah
para Ukung
|
melahirkan Petisi 31 Maret 1877
|
1881
|
Ukung diangkat sebagai pegawai
pemerintah Belanda
|
|
1900
|
Jumlah
Pakasaan diubah menjadi 18
|
|
1918
|
Jumlah
Pakasaan dirubah menjadi 7 Pakasaan
|
|
1
Maret 1919
|
Wilayah
Minahasa menjadi Locale Resort Minahasa, Pakasaan dirubah menjadi Distrik
|
Setiap distrik dipimpin
dipimpin oleh Hukum Besar, dibawah distrik terdapat Onder Distrik (Distrik
Bawahan) yang dipimpin Hukum Kedua. Sistem ini ditolak oleh para Ukung
|
8
Februari 1919
|
Pemerintah
Hindia Belanda membentuk Minahasa Raad
(Dewan Minahasa) berdasar Staatsblad No. 65 tahun 1919.
|
Anggotanya dipilih melalui 16 wilayah pemerintahan yang disesuaikan
dengan wilayah pemerintahan adat semula (Walak).
Minahasaraad didirikan oleh
residen Manado (1919-1922), Fredrik Hendrik Willem Johan Rijken Logeman pada
tanggal 8 Februari 1919. Minahasa
Raad (Dewan Minahasa), yang menggantikan fungsi dari Dewan Wali Pakasaan yang
telah diselewengkan oleh J. Wenzel. Namun, pembangunan gedung kantor
nanti dimulai tahun 1930 dan selesai pada tiga tahun berikutnya. Pembentukan
Minahasaraad seiring dengan Manado Gemeenteraad berdasarkan locale raden-ordonnantie.
Mula-mula anggota Minahasaraad
ditentukan, kemudian dipilih langsung oleh rakyat. Namun yang bisa
menjadi anggota Minahasaraad hanya laki-laki. Tetapi kemudian kaum wanita
juga boleh masuk setelah diperjuangkan oleh Maria Josephine Catherina Maramis
alias Maria Walanda Maramis pada tahun 1921.
Semula anggota Minahasaraad 23 orang, yaitu 4 orang Belanda, 18 orang
Minahasa dan 1 orang etnis Cina. Setelah itu jumlah anggota bertambah menjadi
41 orang, lalu tahun 1923 turun lagi menjadi 18 orang. Tahun 1934 anggota
Minahasaraad tercatat sebanyak 29 orang terdiri dari 18 orang Minahasa
yang dipilih langsung oleh rakyat yang mendiami 16 distrik pemilihan; 6
orang yang terpilih berasal dari kepala-kepala distrik di Minahasa. Anggota
Minahasaraad terakhir pada tahun 1942 berjumlah 29 orang terdiri dari 4 orang
Belanda, 24 orang Minahasa dan 1 orang etnis Cina. Pahlawan nasional
Dr. G. S. S. J. Ratulangi adalah penduduk pribumi pertama menjadi anggota
merangkap sekretaris Minahasaraad (1923-1928). Dalam Regerings Almanak 1922
tercantum nama-nama anggota Minahasaraad, yaitu Theodorus E. Gerungan, Alber
W.R Inkiriwang, Apeles J.H.W. Kawilarang, B. Lalamentik, J.E. Lucas, R.E.
Lucas, A. J Maengkom, Jan H. Mononoetoe, Josef U. Mangowal, P. Mamesah, Petrus
A. Mandagie, Petrus T. Momuat, A.F. Najoan, B. Parengkuan, G.J. Palar,
Herling Pande-Iroot, Ernest Hendrik L. Willem Pelenkahu, G. van Renesse van
Duivenbode, Ezau Rotinsulu, Peter F. Ruata, H. Rorimpunu, Paul A. Ratulangi,
Sie Lae Hoeat, Alexander ‘Ajeh’ Hendrik Daniel Supit, L. Saerang, R.C.J
Sondakh, J. Stormer, Jan Nicolaas Tambajong, W.F. Tumbuan, Z. Taloemepa,
Albertus L. L. Waworuntu, E. W. J. Waworuntu, Joost Alexander Karel Wenas,
W.A. Wakkary, dan A.A. Warokka
Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/beranda/minahasa-raad-di-keresidenan-manado_56080d12e8afbd900b1b4e66
|
Masa
pendudukan Jepang
|
Dewan Minahasa dibubarkan
|
|
1946
|
Dewan
Minahasa diaktifkan kembali
|
|
1948
|
Pemilihan anggota Dewan
Minahasa,
|
kaum perempuan mendapat hak
memilih dan dipilih (system berimbang)
|
1950
|
Dewan
Minahasa hasil pemilihan 1948 ditiadakan
|
Kekuasaan Dewan Minahasa
berdasarkan keputusan Komando Teritorial Minahasa, kekuasaan Dewan Minahasa
diserahkan kepada Komite Daerah Minahasa dengan persetujuan Mendagri. Hal ini
mendapat tantangan dari banyak pihak
|
1951
|
Pemilihan
anggota Dewan Minahasa yang baru kembali diadakan
|
Tetap mengacu pada system
pemilihan tahun 1948. Jumlah yang dipilih sebanyak 25 orang (PNI 11 ANGGOTA,
Partai Katolik 1 anggota /Dikenal
dengan Blok 12) sedangkan sisanya merupakan gabungan dari beberapa partai
dan organisasi yang disebut Blok 13.
|
1953
|
Dewan
Minahasa dibubarkan
|
Disebabkan karena pertentangan
hebat antara Blok 12 dan Blok 13.
|
1953-1956
|
Bupati KDH Minahasa merangkap Ketua Dewan Minahasa menjalankan
pemerintahan hingga 1956.
|
|
1955
|
Pemilu
I NKRI
|
|
1971
|
Pemerintahan distrik dirubah
menjadi Wilayah pembantu bupati dan onder distrik dirubah menjadi kecamatan
|
|
1999
|
UU
Otonomi Daerah;
|
Struktur Wilayah Pembantu
Bupati dihapus
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar