Si TOU Timou Tumou TOU---Manusia Hidup untuk Memanusiakan Manusia

Selasa, 23 Oktober 2018

SEJARAH DEMOKRASI DI TANAH MINAHASA

Sebuah Sketsa Awal
Meidy Yafeth Tinangon
(Rangkuman dari berbagai sumber)

Kelompok terkecil (rumah tangga) dalam masyarakat kuno Minahasa disebut awu. Jika karena perkawinan terbentuk beberapa kelompok awu (keluarga besar), maka mereka disebut taranak. Dan bila sesudah perkawinan antartaranak terbentuk taranak-taranak baru yang berdiam dalam satu wilayah tertentu, tempat itu disebut roong atau wanua. Pemimpinnya disebut ukungRoong yang berkembang menjadi beberapa roong disebut walak.  

Belakangan timbul istilah pakasaan yang juga mempunyai arti teritorial. Seperti halnya taranak dan roong, maka walak dan pakasaan adalah suatu mayarakat hukum. Terlihat pada pemilikan tanah yang disebut tanah pakasaan yang sampai akhir abad XIX masih dijumpai di Manado dan Amurang.

Struktur masyarakat awal terbentuk dalam 3 kelompok:
1.     Makarua-siow (golongan 2 x 9, adalah golongan pemerintah dan pembesar negeri). Menurut Dr. Riedel mereka adalah turunan pertama Lumimuut dan Toar.
2.     Makatelu-pitu (golongan 3 x 7, merupakan kelompok pemimpin keagamaan walian dan tonaas). Menurut Dr. Riedel mereka adalah turunan kedua Lumimuut dan Toar.
3.     Pasiowan-telu (atau orang kebanyakan, adalah petani, pekerja dan kemudian waraney atau prajurit).

Struktur tertinggi adalah lembaga musyawarah: PAESAAN INDEKEN semacam “Lembaga Permusyawaratan” yang dihadiri seluruh awu. Sekalipun bersifat musyawarah, faktor dominan masih pada sang ukung. Otoriterisme tetap berkemungkinan. Akan tetapi bila sang ukung melanggar ketentuan adat atau merugikan masyarakat, para awu dengan segala daya dan kekuatan akan menjatuhkan kekuasaan sang pemimpin

DEWAN WALI PAKASAAN oleh Belanda disebut Raad der Dorpshofden, terdiri dari tokoh-tokoh pakasaan atau masyarakat adat, utusan tersebut DIPILIH dengan kriteria: ente (kuat), wuaya (berani), dan siga (bijaksana). Sesuai pengamatan Pastor Blas Palomino, orang minahasa adalah masyarakat DEMOKRATIS dengan karakter esa ene: mahesa-esaan witu umbangun, esa ne laker esa ne pelen. Seiya, satu hati, dan satu tindak. Kehendak mayoritas adalah kehendak semua. Pejabat-pejabat Kompeni awalnya menilai Minahasa sebagai suatu Republik merdeka.

DEMOKRASI ELEKTORAL
Jauh sebelum Indonesia merdeka tahun 1945, kultur, struktur dan praktek demokrasi telah ada di tanah Minahasa. 


Di tingkat desa kita telah lama mengenal pemilihan ukung tu’a atau hukum tua atau kepala desa. Juga struktur lembaga pemusyawaratan tempo dulu di Minahasa telah ada dengan sebutan Dewan Wali Pakasaan yang merupakan forum tertinggi dalam struktur masyarakat Minahasa tempo dulu. Dalam beberapa referensi menyebut anggotanya dipilih dari walak dan / atau pakasaan. Dewan Wali Pakasaan, kemudian di masa Belanda dirombak dan diganti dengan lembaga perwakilan lainnya dengan nama Dewan Minahasa atau Minahasa Raad yang eksis sampai setelah Indonesia merdeka, di mana anggota-anggotanya dipilih melalui pemilu.


Pemilu di Minahasa pernah juga dilaksanakan di masa RIS,  di kala Minahasa masuk dalam Negara Indonesia Timur pada tanggal 27 Maret 1948.  Setelah itu kita memasuki masa demokrasi dan Pemilu orde lama, orde baru hingga kini Pemilu di orde reformasi


Tonggak-tonggak penting perkembangan demokrasi  di Minahasa (include momentum yang mempengaruhi stuktur dan kultur demokrasi)dapat diuraikan pada tabel berikut:

TAHUN
URAIAN
KETERANGAN
670
Musyawarah I di Watu Pinawetengan

Musyawarah dilaksanakan karena pertentangan dan perang saudara antara kelompok Pasiowan Telu dan Makarua Siow. Keputusan penting adalah: kelompok yang bertikai saling berdamai dan bersatu (Mahasaan/maesaan) (Deklarasi Maesa I), para pemimpin menerima tatanan masyarakat baru dengan penetapan pembagian pemukiman dari setiap kaum Taranak yang nantinya dipimpin Tonaas yang dipilih secara demokratis dari antara mereka yang dianggap jujur (niatean), berani,dan berwibawa


Dalam membangun kesatuan dan kerjasama antar Negara anggota Konfederasi Minahasa maka di bentuklah suatu pertemuan antar Kepala Pakasaan / “kepala Negara”, untuk bermusyawarah yang kemudian hari disebut Dewan Wali Pakasaan. Dewan Musyawarah ini di mulai sejak musyawarah di Tompaso sekitar tahun 670 M yang menghasilkan deklarasi Watu Pinawetengan, sekalipun berbeda-beda di empat penjuru mata angin tapi tetap menyatu MInahasa. Musyawarah ini dimasa Belanda namanya Musyawarah Para Ukung (Vergadering der Doopshoofden) atau Dewan Wali Pakasaan (Raad der Doopshoofden); merupakan lembaga tertinggi dalam masyarakat Minahasa yang bertahan hingga akhir abad ke-19. Dewan Wali Pakasaan dapat menangani dengan dinamis berbagai permasalahan yang muncul di tengah masyarakat.
1428
Musyawarah II di Watu Pinawetengan
Dilaksanakan karena perang antar suku bangsa Minahasa masih sering terjadi begitu juga dengan perang melawan bangsa dari luar (Bolaang Mongondow). Keputusan penting adanya komitmen persatuan (Maesa) dan nama “Malesung” dirubah menjadi “Minahasa” (Deklarasi Maesa II).
1645
Perang Melawan Spanyol
Minahasa memenangkan perang melawan Spanyol
10 Januari 1679
Perjanjian pertama antara “Republik” Minahasa dengan VOC
Secara implisit Belanda mengakui eksistensi Minahasa yang mereka sebut sebuah Nazi atau Bangsa. Juga secara implisit Belanda mengakui Minahasa punya kedudukan yang sama dengan mereka, sama-sama merdeka dan punya kedaulatan sendiri.


Terjadi Kontrak sosial persatuan Minahasa antara 25 Kepala Walak
10 Setember 1699
Perjanjian Kedua dengan Belanda
Minahasa diwakili oleh trio: Supit-Lontoh-Paat
1808-1809
Perang Tondano
Terjadi karena Dewan Wali Pakasaan menolak tuntutan Gubernur Jenderal di Jakarta tentang pengerahan pemuda-pemuda Minahasa menjadi tentara Belanda di Jawa. Puncak kekalahan 5 Agustus 1809.
1810-1817
Masa Pendudukan Inggris
Pada masa ini Kota Tondano dirancang/ dibangun.
1817
Masa penguasaan Inggris diganti Masa penguasaan Belanda

1824
Pemerintahan Walak diganti dengan istilah Pakasaan

1825
Jumlah Pakasaan diciutkan dari 23 menjadi 16

1 September 1825

Residen Wenzel mengusulkan penghapusan Dewan Wali Pakasaan dan diganti dengan Minahasa Raad
1827

Residen Johanis Wenzel merombak system  Dewan Wali Pakasaan
31 Maret 1877
Musyawarah para Ukung
melahirkan Petisi 31 Maret 1877
1881

Ukung diangkat sebagai pegawai pemerintah Belanda
1900
Jumlah Pakasaan diubah menjadi 18

1918
Jumlah Pakasaan dirubah menjadi 7 Pakasaan

1 Maret 1919
Wilayah Minahasa menjadi Locale Resort Minahasa, Pakasaan dirubah menjadi Distrik
Setiap distrik dipimpin dipimpin oleh Hukum Besar, dibawah distrik terdapat Onder Distrik (Distrik Bawahan) yang dipimpin Hukum Kedua. Sistem ini ditolak oleh para Ukung
8 Februari 1919
Pemerintah Hindia Belanda membentuk Minahasa Raad (Dewan Minahasa) berdasar Staatsblad No. 65 tahun 1919.
Anggotanya dipilih melalui 16 wilayah pemerintahan yang disesuaikan dengan wilayah pemerintahan adat semula (Walak).
Minahasaraad didirikan oleh residen Manado (1919-1922), Fredrik Hendrik Willem Johan Rijken Logeman pada tanggal 8 Februari 1919. Minahasa Raad (Dewan Minahasa), yang menggantikan fungsi dari Dewan Wali Pakasaan yang telah diselewengkan oleh J. Wenzel.  Namun, pembangunan gedung kantor nanti dimulai tahun 1930 dan selesai pada tiga tahun berikutnya. Pembentukan Minahasaraad seiring dengan Manado Gemeenteraad  berdasarkan locale raden-ordonnantie. Mula-mula anggota Minahasaraad ditentukan, kemudian dipilih langsung oleh rakyat. Namun yang bisa menjadi anggota Minahasaraad hanya laki-laki. Tetapi kemudian kaum wanita juga boleh masuk setelah diperjuangkan oleh Maria Josephine Catherina Maramis alias Maria Walanda Maramis pada tahun 1921. Semula anggota Minahasaraad 23 orang, yaitu 4 orang Belanda, 18 orang Minahasa dan 1 orang etnis Cina. Setelah itu jumlah anggota bertambah menjadi 41 orang, lalu tahun 1923 turun lagi menjadi 18 orang. Tahun 1934 anggota Minahasaraad tercatat sebanyak 29 orang terdiri dari 18 orang  Minahasa yang dipilih langsung oleh rakyat yang mendiami 16 distrik pemilihan;  6 orang yang terpilih berasal dari kepala-kepala distrik di Minahasa. Anggota Minahasaraad terakhir pada tahun 1942 berjumlah 29 orang terdiri dari 4 orang Belanda, 24  orang Minahasa dan 1 orang etnis Cina. Pahlawan nasional Dr. G. S. S. J. Ratulangi adalah penduduk pribumi pertama menjadi anggota merangkap sekretaris Minahasaraad (1923-1928). Dalam Regerings Almanak 1922 tercantum nama-nama anggota Minahasaraad, yaitu Theodorus E. Gerungan, Alber W.R Inkiriwang, Apeles J.H.W. Kawilarang, B. Lalamentik, J.E. Lucas, R.E. Lucas, A. J Maengkom, Jan H. Mononoetoe, Josef U. Mangowal, P. Mamesah, Petrus A. Mandagie, Petrus T. Momuat, A.F. Najoan, B. Parengkuan, G.J. Palar, Herling Pande-Iroot, Ernest Hendrik L. Willem Pelenkahu, G. van Renesse van Duivenbode, Ezau Rotinsulu, Peter F. Ruata, H. Rorimpunu, Paul A. Ratulangi, Sie Lae Hoeat, Alexander ‘Ajeh’ Hendrik Daniel Supit, L. Saerang, R.C.J Sondakh, J. Stormer, Jan Nicolaas Tambajong, W.F. Tumbuan, Z. Taloemepa, Albertus L. L. Waworuntu, E. W. J. Waworuntu, Joost Alexander Karel Wenas, W.A. Wakkary, dan A.A. Warokka
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/beranda/minahasa-raad-di-keresidenan-manado_56080d12e8afbd900b1b4e66

Masa pendudukan Jepang
Dewan Minahasa dibubarkan
1946
Dewan Minahasa diaktifkan kembali

1948
Pemilihan anggota Dewan Minahasa,
kaum perempuan mendapat hak memilih dan dipilih (system berimbang)
1950
Dewan Minahasa hasil pemilihan 1948 ditiadakan
Kekuasaan Dewan Minahasa berdasarkan keputusan Komando Teritorial Minahasa, kekuasaan Dewan Minahasa diserahkan kepada Komite Daerah Minahasa dengan persetujuan Mendagri. Hal ini mendapat tantangan dari banyak pihak
1951
Pemilihan anggota Dewan Minahasa yang baru kembali diadakan
Tetap mengacu pada system pemilihan tahun 1948. Jumlah yang dipilih sebanyak 25 orang (PNI 11 ANGGOTA, Partai Katolik 1 anggota /Dikenal dengan Blok 12) sedangkan sisanya merupakan gabungan dari beberapa partai dan organisasi yang disebut Blok 13.
1953
Dewan Minahasa dibubarkan
Disebabkan karena pertentangan hebat antara Blok 12 dan Blok 13.
1953-1956

Bupati KDH  Minahasa merangkap Ketua Dewan Minahasa menjalankan pemerintahan hingga 1956.
1955
Pemilu I NKRI

1971

Pemerintahan distrik dirubah menjadi Wilayah pembantu bupati dan onder distrik dirubah menjadi kecamatan
1999
UU Otonomi Daerah;
Struktur Wilayah Pembantu Bupati dihapus






Tidak ada komentar:

Posting Komentar