(Sebuah puisi, dari negeri Kiniar, 2011)
Tondano...
Orang bilang kau mati, namun ku masih merasakan denyut nadimu...
Geliatmu di saat sang mentari masih terlelap...
irama indah derap langkah kuda menarik bendi...
aliran tenang air sungai Tondano memberi harapan hidup...
padi di sawah yang mulai menguning berselimut embun pagi, menebar asa buat perutmu...
cawa tanda di rumah kopi tanda tiada kuatir di mimikmu...
Tondano...
Kau masih hidup...
kau masih nyata
Lalu... mengapa orang bilang kau mati ?
hmmm...
Mereka punya sejuta asa, mimpi dan khayalan untukmu
mereka ingin kau melahirkan gedung bertingkat tuk lebih dekat ke langit...
mereka ingin hiruk pikuk Megamall dan Mantos menjadi milikmu
mereka ingin hotel berbintang mesti bintang di langitmu tak tertandingi
Mereka ingin jalanmu sesak dengan robot jalanan yang muntahkan karbon di wajahmu
mereka ingin kau jangan cepat terlelap di saat gelap malam mulai menyelimuti tubuhmu
mereka ingin kau seperti adikmu Tomohon, atau saudaramu Manado, atau Jakarta bahkan mungkin Holywood?
hmmm....
mereka punya sejuta mimpi
tuk poles wajahmu dengan make-up modern, meski cantik alami yang kau miliki tlah membuat kau jadi rebutan ...
Tondano....
Bagiku,
kau tak perlu menjadi seperti kawan-kawanmu
Bangunan mewah mereka tlah menghimpit manusia-manusia kecil
Tembok-tembok beton di kota mereka, sembunyikan derita saudara kita
Hiruk pikuk kota mereka, halangi jeritan keras kaum marginal...
Hotel berbintang tlah jadi sorga bagi para jahanam yang mencuri harta rakyat dan menggauli perawan kota
Deru mesin-mesin berpacu demi rupiah dan muntahkan karbon ke tubuh insan tak ber-rupiah
Tondano kau harus menjadi dirimu sendiri...
Rinduku, kau tetap cantik alami, dengan sedikit sentuhan modern...
Masih ingin ku dengar lagi merdu irama kuda-bendi dan Om kusir yang ramah
Masih ingin ku lihat lagi pagi indah di danau, sungai dan sawahmu
Masih ingin ku rasakan sentuhan romantis dingin khasmu
Masih ingin ku rasakan sentuhan persaudaraanmu, dan sapaan akrab tanda persahabatan.
Namun,
tak ingin kulihat lagi sampah berserakan ibarat jerawat di wajah manismu...
tak ingin perahuku penyambung hidupku, terhalang eceng gondok...
tak ingin kubaca berita tawuran hiasi media massa
Tondano...
Lahirkanlah bagi kami bukan gedung mewah, tapi insan intelek bernurani seperti leluhurmu Opa Sam Ratulangi....
Lahirkanlah bagi dunia, generasi yang berani tapi intelek, kritis dan kreatif
Darah yang mengalir di tubuhmu biarlah tetap darah pemberani dan pejuang
Biarlah antibodimu menolak virus pecundang...
Tumbuhkan insan mudamu jadi tembok kota dengan kerja yang layak
Biarlah generasimu warisi gen unggul leluhurmu...
Tondano...
Biarlah kau bertumbuh dengan ciri khas dan budayamu, meskipun kau harus bersahabat dengan globalisasi dan modernisasi...
Alam dan budayamu, ciri khasmu, identitasmu adalah kuatmu...
Kawan-kawanmu tak memiliki apa yang kau miliki...
Tondano, aku, dia, kami bahkan mereka telah lama jatuh cinta padamu
We still love U,
Love U Forever....
~~~MYT~~~dalam hening malam berselimut dingin khas Tondano,
dari tepian kota mungil Tondano
Kiniar, 8 Desember 2011