Si TOU Timou Tumou TOU---Manusia Hidup untuk Memanusiakan Manusia
Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Mei 2020

Kebudayaan Minahasa dan Kaum Mudanya

| "Kawasaran Warior" || from: pinterest.com | 

“Setiap bangsa yang ingin mempertahankan jati dirinya, harus menghargai warisan suci tradisi dan budaya dari para leluhurnya; 
Kita (bangsa Minahasa) harus memelihara dan mempertahankan tradisi dan budaya bangsa Minahasa dengan segenap kemampuan dan semangat, karena semangat itu sendiri tidak lain mengandung tradisi dan budaya Minahasa.” 
(Dr. Sam Ratulangi: Harian Fikiran - 31 Mei 1930).


  • Budaya dan Kebudayaan

Menurut Wikipedia Indonesia, budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Edward Burnett Tylor, menyebut bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat (Wikipedia, Indonesia)

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:

  • alat-alat teknologi
  • sistem ekonomi
  • keluarga
  • kekuasaan politik

2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:

  • sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
  • organisasi ekonomi
  • alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
  • organisasi kekuatan (politik)

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.

- Gagasan (wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

- Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

- Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.


  • Budaya Minahasa: “Keunggulan yang Termarjinalisasi”

Tou (orang/manusia) Minahasa memiliki berbagai budaya yang menurut hemat penulis, dapat menjadi suatu kekuatan dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan, baik kebudayaan dalam wujud ideal/gagasan, aktivitas maupun artefak.
Beberapa diantaranya dapat diinventarisir menurut wujudnya:

  • Gagasan (wujud ideal): kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, yang bisa ditemukan dalam tulisan-tulisan. Contoh: tulisan-tulisan Om Sam Ratulangi dan tokoh-tokoh Minahasa lainnya,  Tulisan-tulisan yang ditemukan di batu/prasasti dan kliping media cetak.
  • Aktivitas: sistem sosial orang Minahasa yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Misalnya sistem sosial Mapalus, prinsip hidup “tumou tou”, masawang-sawangan, malinga-lingaan, matombo-tombolan, maleo-leosan, sistem demokrasi (pemilihan hukum tua), sistem family dan organisasi sosial, adat istiadat pernikahan, kematian, pengucapan syukur, sistem pertanian dan sistem kebudayaan lainnya. 
  • Artefak: karya manusia minahasa seperti waruga, lukisan-lukisan, kerajinan dari batu, tarian maengket, kuliner khas Minahasa dan lain sebagainya.


Kekayaan budaya tersebut diyakini merupakan penanda identitas atau jatidiri orang Minahasa yang membuat dia unggul dengan mempertahankan jatidiri / identitasnya. Sebagaimana ungkapan Oom Sam Ratulangi:

“Setiap bangsa yang ingin mempertahankan jati dirinya, harus menghargai warisan suci tradisi dan budaya dari para leluhurnya; Kita (bangsa Minahasa) harus memelihara dan mempertahankan tradisi dan budaya bangsa Minahasa dengan segenap kemampuan dan semangat, karena semangat itu sendiri tidak lain mengandung tradisi dan budaya Minahasa.” (Dr. Sam Ratulangi: Fikiran - 31 Mei 1930)

Problematika Kaum Muda dan Budaya Kekinian Taretumou Minahasa

Bicara budaya, tidak hanya terikat pada persoalan ide, aktivitas atau artefak kebudayaan “tempoe doeloe”.  Namun, yang tak kalah pentingnya adalah budaya dalam konteks kekinian. Dalam relevansinya dengan budaya kaum muda masa kini.

Cakupan kebudayaan yang begitu luas sebagaimana tercermin dalam wujud kebudayaan seperti dijelaskan di atas, mengantar kita pada kesimpulan bahwa bicara budaya memiliki hubungan dengan segala aspek kehidupan termasuk problematikanya. Budaya dapat hadir dalam wujud yang baik maupun kurang baik. Budaya juga akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam formasi budaya yang baik/positif tentu saja akan memberi pengaruh positif, demikian juga sebaliknya, budaya yang kurang baik akan bermuara pada problematika atau ketidakmampuan keluar dari problema kehidupan.

Lebih jauh lagi, penulis berpendapat bahwa budaya merupakan akar masalah dari berbagai fenomena / gejala persoalan kepemudaan. Mari kita meninjau ulang situasi kekinian kaum muda atau taretumou di Minahasa dalam perspektif problematika dan budayanya dalam 3 wujud kebudayaan: ide/gagasan, aktivitas dan artefak.

a. Ide
Ide atau gagasan para pendahulu negeri sangat penting bagi kita untuk mengetahui tentang budaya Minahasa ataupun berbagai filosofi hidup orang Minahasa. Banyak gagasan yang terdokumentasi dalam buku seperti: “Baku Beking Pande” karya HN Sumual, “Si Tou Timou, Tumou Tou”, AJ Sondakh dll. Pertanyaannya apakah kita kaum muda Minahasa cukup familiar dengan buku-buku tersebut ataukah telah menjadi budaya kaum muda untuk lebih senang membaca karya-karya barat atau karya – karya fiksi seperti cerpen  yang cenderung lebih ringan ? Kalau alasannya karena tingkat keringanan bahan bacaan maka benarlah dugaan bahwa kita telah terjebak dalam budaya pragmatis dan malas berpikir. Kondisi ini mengantar kita pada miskinnya ide-ide baru yang muncul dalam diri anak muda Minahasa. Hal mana tergambar dari miskinnya karya artikel di media massa lokal yang ditulis oleh pemuda Minahasa. Padahal kebiasaan mengkomunikasikan ide adalah kultur orang Minahasa yang “ngaasan” seperti dinampakan oleh seorang Sam Ratulangi yang cerdas berpikir dan mengkomunikasikan pikirannya secara lisan dan tulisan.

b. Aktivitas / Perilaku
- Perilaku yang dominan bagi kaum muda Minahasa dewasa ini adalah apa yang dikenal sebagai budaya instan atau “cari gampang”. Nemau bersusah-susah. Sekolah .... maunya yang gampang...., kerja, maunya yang gampang..... dll. Padahal zaman sekarang tidak ada yang gampang, harus kerja keras dan dibarengi kesabaran, itulah perjuangan. Budaya Minahasa adalah budaya pejuang, rela berkorban. Untuk mendapatkan sesuatu harus bekerja keras.
- Di dunia kerja, kaum muda sering nampak “pilih-pilih pekerjaaan”. Menariknya budaya “pilih-pilih kerja” ini hadir disaat torang susah mo dapa kerja, karena kesempatan dan pilihan kerja terbatas. Kecenderungan utama, kaum muda ingin kerja kantoran, PNS... padahal kesempatan untuk jadi PNS semakin berkurang. Kita harus punya keyakinan bahwa jika kita memiliki kemampuan berkreasi, kita tidak akan sulit mendapatkan pekerjaan, karena pekerjaan itu telah kita ciptakan sendiri.
- Budaya lainnya yang cukup dominan adalah Budaya materialisme yang melahirkan generasi-generasi yang gampang dibeli / mau dibeli. Budaya individualisme, yang bertentangan  dengan budaya Mapalus yang memiliki substansi komunal dan kerja sama sebagaimana dikenal Tou Minahasa. Gejala lainnya adalah aktivitas berbahasa.

c. Artefak
- Penghargaan terhadap karya seni leluhur. Sebagian kaum muda Minahasa, tidak mau bergaul dengan seni-budaya tradisional karena tak mau dibilang kolot.  Padahal disamping sebagai penghargaan terhadap kreasi seni, dari lagu dan tarian kita bisa belajar banyak hal.

Saatnya, kini kaum milenial Minahasa yang akan menjadi penerus identitas kultural, memberikan perhatian pada aspek-aspek kebudayaan Minahasa ditengah arus kuat kebudayaan asing.

"I yajat u leos wia lalan kalewoan"

salam, Meidy Y. Tinangon

*) Konten ini merupakan bagian dari materi yang disampaikan dalam session diskusi "Kampung Budaya" Perkemahan Pemuda GMIM di wilayah Remboken.