Si TOU Timou Tumou TOU---Manusia Hidup untuk Memanusiakan Manusia
Tampilkan postingan dengan label Imperialisme baru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Imperialisme baru. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Mei 2020

Imperialisme Baru, Tantangan Tou Minahasa

Minahasa, over ons - Kingsdish.nl
| "Kawasaran" ||  from: kingsdish.nl | 



Bangsa Minahasa kita kenal memiliki budaya dan kearifan luhur dan unggul yang berwujud nilai kebersamaan dan kemanusiaan (mapalus,Tumou-tou, masawang-sawangan, maesaan, matombol-tombolan), kerja keras (tumani, mawale), keberanian dan sikap pejuang, manusia cerdas dan kreatif (tou ngaasan), demokratis (kesetaraan dan memilih langsung hukum tua), manusia yang kaya nilai luhur dalam tradisi di masing-masing wanua  serta berbagai hasil karya dan karsa manusia Minahasa lainnya.

Budaya Minahasa tersebut, sebenarnya menjadi kekuatan kita. Tetapi, jika kita menelisik jauh ke dalam sendi kehidupan Tou Minahasa, kita akan menemukan karakter-karakter yang kontras yang kemudian sangat dominan dalam keminahasaan masa kini.

Sebut saja, sikap individualisme yang kontras dengan semangat mapalus dan tumou-tou,  budaya ‘instant’, cari gampang, budaya shortcut atau jalan pintas yang kontras dengan nilai-nilai kerja keras dan sikap sebagai bangsa pejuang. Baku cungkel yang kontras dengan tradisi matombol-tombolan.

Sikap nrimo, ABS (Asal Bapak Senang), tidak kritis, yang sangat beda dengan karkater para pendahulu bangsa Minahasa yang sangat kritis dan cerdas, dan karena itu posisi bergaining orang Minahasa menjadi sangat kuat.

Darimana asalnya perubahan budaya dalam komunitas Minahasa tersebut ? 

Sumbernya adalah berbagai model imperialisme yang dimediasi oleh berbagai faktor diantaranya: media (imperialisme informasi), kemajuan bidang teknologi informasi (imperialisme virtual/digital), pengaruh salah didik (imperialisme pedagogik), imperialisme melalui buku dan bahan bacaan lainnya (imperialisme literasi) dan bentuk-bentuk imperialisme lainnya yang mempengaruhi budaya kita.

Kita menghadapi imperialisme atau penjajahan baru yang membonceng globalisasi. Dalam situasi kekinian global, imperialisme tidak hanya berwujud penjajahan dan perang sebagaimana pernah kita alami sebelum proklamasi kemerdekaan, dimana terjadi upaya penguasaan teritori tertentu. Imperialisme baru tersebut hadir dalam berbagai wujud dan penyamaran.

Menariknya, imperialisme tersebut meng-ada dalam situasi sosial yang lagi asyik meneguk madu modernitas, kesenangan dan euforia terhadap produk teknologi dan tayangan media, anak-anak globalisasi. Bangsa kita dalam keasyikannya menikmati kemajuan peradaban tersebut, tanpa sadar telah terkungkung dalam penjajahan zaman yang hadir dalam berbagai wujud. Minahasa sebagai bagian dari Bangsa Indonesia, tanpa sadar sedang dijajah.

"Teritori identitas" Indonesia kabur atau bahkan dapat disebut kehilangan identitas, akibat instalasi budaya asing yang terus melakukan degradasi dan regresi kultur bangsa.

Proses degradasi dan regresi yang terjadi, sejak masuknya budaya asing seiring datangnya bangsa-bangsa asing untuk tinggal menetap di Bumi Nusantara yang merupakan suatu hal yang tak dapat kita hindari di era global yang meruntuhkan batas dan sekat antar bangsa.

Kemajuan teknologi informasi dewasa ini, disatu sisi merupakan hal yang positif, namun disisi lain menjadi musuh dalam selimut.

Apa dampaknya?

Indonesia, khususnya Minahasa yang kita kenal memiliki kekayaan budaya, kearifan-kearifan luhur dan unggul yang berwujud nilai kebersamaan dan kemanusiaan yang sebenarnya menjadi kekuatan kita. Tetapi, jika kita menelisik jauh ke dalam sendi kehidupan berbangsa, kita akan menemukan karakter-karakter yang kontras yang kemudian sangat dominan dalam keminahasaan dan ke-Indonesiaan masa kini, seperti telah disebutkan di atas.

Kini saatnya kita bersama sebagai satu bangsa harus bersatu melawan musuh bersama berwujud arus kuat informasi dan teknologi. Musuh bersama yang tak harus kita tolak atau serang dengan kekuatan angkatan bersenjata. Melainkan musuh bersama yang harus dilawan dengan senjata kebijaksanaan.

Salah satu strategi perlawanan kita adalah membangun Cultural filter sambil memperkuat  kearifan lokal.  Generasi muda bangsa, para kaum milenial harus menguasai teknologi, menyerap berbagai perkembangan yang ditransmisikan melalui berbagai arus informasi digital, namun juga harus dibina karakternya sehingga tetap menjadi manusia-manusia Indonesia yang bukan manusia individualis dan cari gampang tetapi manusia melek teknologi yang tetap memiliki karakter kebersamaan dan kepedulian serta mau bekerja keras. Jika tidak, maka generasi penerus bangsa akan bertransformasi menjadi manusia-manusia robot yang jauh dari kepedulian akan sesama. Jauh dari sikap saling membantu dan menjadi manusia yang miskin kerja keras.

Mari bersama lawan imperialisme zaman! atau kultur humanisme kita akan tergilas imperialisme baru di zaman digital.

====
Catatan oleh: Meidy Tinangon

*) Sebagian isi konten ini pernah dimuat dalam bentuk lain di media warga "Bukan Hanya Pandemi, Ini Musuh Lainnya Bangsa Kita! Lawan!